Terlahir
dari keluarga sederhana. Sebut saja namanya Dewi, lahir di daerah Yogyakarta.
Tinggal bersama orang tua dan 6 saudara kandung. Ayahnya bekerja sebagai guru
di sekolah dekat rumahnya, setiap hari ayahnya berangkat mengajar menggunakan
sepada ontel tua yang sedikit berkarat karena umur yang sudah tua termakan
zaman. Pagi-pagi sekali ia berangkat dengan di temani suara sepeda yang
berdenyit-denyit. Ia melakukan pekerjaan itu dengan ikhlas agar kebutuhan anak-anaknya
dan kebutuhan sehari-harinya terpenuhi.
Ibunya
adalah seorang ibu rumah tangga yang juga sibuk mengurusi sawah untuk menambah
penghasilan. Dewi dan kakak adiknya pun sering membantu orang tuanya pada musim
menanam benih dan musim panen.
Sarapan
pagi haripun sudah cukup untuk mengisi perut kecilnya sampai ia pulang sekolah
sekitar jam 12 karena memang Dewi tidak pernah membawa uang saku. Kadang Dewi
berangkat sekolah dengan perut kosong yang belum terisi sarapan, Dewi tetap
senang hati berangkat sekolah yang bertempat di rumah warga yang kebetulan
rumahnya luas untuk di gunakan anak-anak SD untuk bersekolah, ya memang seperti
itu kondisinya. Sekolah dasar belum mempunyai kelas yang layak. Dewi dan
teman-temannya harus belajar di tempat yang panas, dan jika sedang musim hujan
mereka harus menerima kalau atap-atapnya bocor dan membasahi sebagian baju
mereka.
Setelah
pulang sekolah Dewi mencari melinjo di kebun di dekat rumahnya, lalu melinjo
itu di jual ke pasar dan uangnya di kumpulkan untuk di belikan buku tulis, buku
bacaan. Ketika kelas 5 sekolah dasarnya akan membangun gedung untuk kelas
murid-muridnya, Dewi dan teman-temannya pun mengambil pasir di Kali Progo yang
berjarak 2 kilo dari sekolahnya.
Cita-cita
Dewi adalah menjadi koki profesional yang bisa memasak berbagai macam makanan dan
membuat bangga orang tuanya. Dewi kini sudah beranjak dewasa, ia sekarang
memasuki masa SMP. Ia masuk PGA setara dengan SMP. PGAnya pun belum mempunyai
gedung untuk belajar, Dewi dan
teman-temannya menumpang di SMP Muhammadiyyah Gamping, PGA nya masuk sekolah
jam 12 siang setelah dhuhur karena jam pagi di pakai oleh siswa SMP
Muhammadiyyah Gamping. Dewi berangkat menggunakan sepeda setelah sholat dhuhur,
perjalanan memakan waktu 1 jam untuk
sampai tempat sekolahnya. Walaupun begitu Dewi tetap semangat belajar walaupun
keadaan ekonomi keluarganya tidak banyak dan keadaan sekolah yang menumpang.
Setelah
pulang sekolah Dewi menyibukkan diri dengan menjadi kuli tenun Stagen, upahnya tergantung
berapa stagen yang selesai di tenun, upah itu lalu di berikan kepada Ibunya
untuk menambah kebutuhan sehari-hari. Sore harinya Dewi membawa beberapa baju
kotor dan bersama teman-temannya berjalan menuju kali progo, kali yang terletak
di dekat rumahnya. Dewi mencuci baju kotornya. Setelah satu tahun menumpang
pada SMP Mahummadiyyah setahun kemudian Dewi dan teman sekelasnya pindah ke
rumah orang, seperti waktu ia SD dulu, satu tahun kemudian Dewi dan teman
sekelasnya pindah ke rumah kosong yang tidak berpenghuni dan 2 tahun terakhir
sampai Dewi lulus.
Ia melanjutkan ke
SMA dan ia memilih untuk masuk PGA 6 tahun. Dewi memilih menyewa kamar kost
agar dekat dengan sekolahnya di jalan Kadipiro. Dewi merasa jarak dari kost
terlalu jauh dan merasa tidak betah, ia pun memutuskan untuk pindah tempat kost
di daerah Wirobrajan yang berjarak 500 meter dari sekolahnya. Setiap hari
sekolah Dewi mengayuh sepedanya menuju sekolah dengan menikmati udara segar dan
sejuk pagi itu. Bel berbunyi kencang tanda jam pelajaran pertama di mulai,
sebelum belajar semua murid yang sudah duduk rapih di bangku mengeluarkan
Al-Qur’an masing-masing dan membacanya bersamaan. 15 menit kemudian guru datang
dengan membawa kapur tulis dan membawa buku pelajaran Nafwu Shorof.
Kini Dewi sudah ada
di titik akhir PGA 6 nya. Beberapa bulan lagi ia menghandapi ujian yang
menentukan lulus atau tidak lulus.
Ujian yang
menegangkan dan melelahkanpun berakhir, semua siswa kelas akhir pulang dengan
muka gembira dan ada sedikit raut cemas menyelimuti karena takut hasilnya tidak
sreg. Hari pengumuman ujian pun tiba, Dewi lulus dan ia segera pulang
untuk memberikan hasil yang membahagiakan itu.
Dewi mendaftar
kuliah di IAIN Sunan Kalijaga, ia berjuang mengahadapi ujian masuk Universtitas
itu dengan serius. Tetapi malang, Dewi belum berhasil masuk dan ia pun
memutuskan untuk tidak melanjutkan Kuliah karena ia iba melihat orang tuanya
telah kesusahan mencari uang untuk menyekolahkan Dewi dan saudara-saudaranya,
apalagi sekarang ayahnya sudah pensiun. Sawah keluarga Dewi kering, gagal
panen, irigasi pengairan macet karena saat itu gunung merapi baru meletus. Dewi
semakin membulatkan niatnya untuk tidak melanjutkan kuliah, padahal Dewi tau
cita-cita ayahnya adalah ingin melihat semua anaknya bergelar sarjana. Tapi Dewi
tetap teguh dengan pendiriannya untuk tidak kuliah. Ia teringat saat dulu ia
masih kecil. Ibunya sampai menjual kain batik untuk membiayai anak-anaknya
sekolah. Pernah suatu pagi saat Dewi bermain Ibunya menghampirinya lalu
mengambil anting-anting yang di pakai Dewi, ibunya berkta “nak, pinjam dulu ya
anting-antingnya nanti ibu ganti J”. Dewi hanya manggut-manggut. Teringat itu semua Dewi semakin bulat
untuk tidak kuliah.
Ia kini kursus
menjahit dan kursus menata rias pengantin. Sampai suatu ketika sewaktu ia sudah
jenuh dengan berkursus, ia merantau ke Jawa Barat tepatnya di Indramayu untuk
melamar menjadi CPNS, selama di Indramayu ia menginap di saudaranya. Setelah lulus
menjadi CPNS Dewi menikah dengan lelaki gagah yang ia cintai J
Menjalani hidup
adalah bagaimana kita menyikapinya dengan ikhlas walaupun jalan tidak selalu
mulus dan tidak sesuai keinginan, tapi jika kita berusaha pasti aja jalan,
percayalah Allah pasti memberikan suatu yang lebih indah dari yang kita
bayangkan. Tetap semangat J Allahu Akbar !
Shofyal Alam
2013
Shofyal Alam
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar