Minggu, 17 Juni 2012

[CERPEN] Hidup Adalah Jalan Mencari Keikhlasan



           Terlahir dari keluarga sederhana. Sebut saja namanya Dewi, lahir di daerah Yogyakarta. Tinggal bersama orang tua dan 6 saudara kandung. Ayahnya bekerja sebagai guru di sekolah dekat rumahnya, setiap hari ayahnya berangkat mengajar menggunakan sepada ontel tua yang sedikit berkarat karena umur yang sudah tua termakan zaman. Pagi-pagi sekali ia berangkat dengan di temani suara sepeda yang berdenyit-denyit. Ia melakukan pekerjaan itu dengan ikhlas agar kebutuhan anak-anaknya dan kebutuhan sehari-harinya terpenuhi.
            Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang juga sibuk mengurusi sawah untuk menambah penghasilan. Dewi dan kakak adiknya pun sering membantu orang tuanya pada musim menanam benih dan musim panen.
            Sarapan pagi haripun sudah cukup untuk mengisi perut kecilnya sampai ia pulang sekolah sekitar jam 12 karena memang Dewi tidak pernah membawa uang saku. Kadang Dewi berangkat sekolah dengan perut kosong yang belum terisi sarapan, Dewi tetap senang hati berangkat sekolah yang bertempat di rumah warga yang kebetulan rumahnya luas untuk di gunakan anak-anak SD untuk bersekolah, ya memang seperti itu kondisinya. Sekolah dasar belum mempunyai kelas yang layak. Dewi dan teman-temannya harus belajar di tempat yang panas, dan jika sedang musim hujan mereka harus menerima kalau atap-atapnya bocor dan membasahi sebagian baju mereka.   
            Setelah pulang sekolah Dewi mencari melinjo di kebun di dekat rumahnya, lalu melinjo itu di jual ke pasar dan uangnya di kumpulkan untuk di belikan buku tulis, buku bacaan. Ketika kelas 5 sekolah dasarnya akan membangun gedung untuk kelas murid-muridnya, Dewi dan teman-temannya pun mengambil pasir di Kali Progo yang berjarak 2 kilo dari sekolahnya.
            Cita-cita Dewi adalah menjadi koki profesional yang bisa memasak berbagai macam makanan dan membuat bangga orang tuanya. Dewi kini sudah beranjak dewasa, ia sekarang memasuki masa SMP. Ia masuk PGA setara dengan SMP. PGAnya pun belum mempunyai gedung untuk belajar,  Dewi dan teman-temannya menumpang di SMP Muhammadiyyah Gamping, PGA nya masuk sekolah jam 12 siang setelah dhuhur karena jam pagi di pakai oleh siswa SMP Muhammadiyyah Gamping. Dewi berangkat menggunakan sepeda setelah sholat dhuhur,  perjalanan memakan waktu 1 jam untuk sampai tempat sekolahnya. Walaupun begitu Dewi tetap semangat belajar walaupun keadaan ekonomi keluarganya tidak banyak dan keadaan sekolah yang menumpang.
            Setelah pulang sekolah Dewi menyibukkan diri dengan menjadi kuli tenun Stagen, upahnya tergantung berapa stagen yang selesai di tenun, upah itu lalu di berikan kepada Ibunya untuk menambah kebutuhan sehari-hari. Sore harinya Dewi membawa beberapa baju kotor dan bersama teman-temannya berjalan menuju kali progo, kali yang terletak di dekat rumahnya. Dewi mencuci baju kotornya. Setelah satu tahun menumpang pada SMP Mahummadiyyah setahun kemudian Dewi dan teman sekelasnya pindah ke rumah orang, seperti waktu ia SD dulu, satu tahun kemudian Dewi dan teman sekelasnya pindah ke rumah kosong yang tidak berpenghuni dan 2 tahun terakhir sampai Dewi lulus.
Ia melanjutkan ke SMA dan ia memilih untuk masuk PGA 6 tahun. Dewi memilih menyewa kamar kost agar dekat dengan sekolahnya di jalan Kadipiro. Dewi merasa jarak dari kost terlalu jauh dan merasa tidak betah, ia pun memutuskan untuk pindah tempat kost di daerah Wirobrajan yang berjarak 500 meter dari sekolahnya. Setiap hari sekolah Dewi mengayuh sepedanya menuju sekolah dengan menikmati udara segar dan sejuk pagi itu. Bel berbunyi kencang tanda jam pelajaran pertama di mulai, sebelum belajar semua murid yang sudah duduk rapih di bangku mengeluarkan Al-Qur’an masing-masing dan membacanya bersamaan. 15 menit kemudian guru datang dengan membawa kapur tulis dan membawa buku pelajaran Nafwu Shorof.  
Kini Dewi sudah ada di titik akhir PGA 6 nya. Beberapa bulan lagi ia menghandapi ujian yang menentukan lulus atau tidak lulus.
Ujian yang menegangkan dan melelahkanpun berakhir, semua siswa kelas akhir pulang dengan muka gembira dan ada sedikit raut cemas menyelimuti karena takut hasilnya tidak sreg. Hari pengumuman ujian pun tiba, Dewi lulus dan ia segera pulang untuk memberikan hasil yang membahagiakan itu.
Dewi mendaftar kuliah di IAIN Sunan Kalijaga, ia berjuang mengahadapi ujian masuk Universtitas itu dengan serius. Tetapi malang, Dewi belum berhasil masuk dan ia pun memutuskan untuk tidak melanjutkan Kuliah karena ia iba melihat orang tuanya telah kesusahan mencari uang untuk menyekolahkan Dewi dan saudara-saudaranya, apalagi sekarang ayahnya sudah pensiun. Sawah keluarga Dewi kering, gagal panen, irigasi pengairan macet karena saat itu gunung merapi baru meletus. Dewi semakin membulatkan niatnya untuk tidak melanjutkan kuliah, padahal Dewi tau cita-cita ayahnya adalah ingin melihat semua anaknya bergelar sarjana. Tapi Dewi tetap teguh dengan pendiriannya untuk tidak kuliah. Ia teringat saat dulu ia masih kecil. Ibunya sampai menjual kain batik untuk membiayai anak-anaknya sekolah. Pernah suatu pagi saat Dewi bermain Ibunya menghampirinya lalu mengambil anting-anting yang di pakai Dewi, ibunya berkta “nak, pinjam dulu ya anting-antingnya nanti ibu ganti J”. Dewi hanya manggut-manggut. Teringat itu semua Dewi semakin bulat untuk tidak kuliah.
Ia kini kursus menjahit dan kursus menata rias pengantin. Sampai suatu ketika sewaktu ia sudah jenuh dengan berkursus, ia merantau ke Jawa Barat tepatnya di Indramayu untuk melamar menjadi CPNS, selama di Indramayu ia menginap di saudaranya. Setelah lulus menjadi CPNS Dewi menikah dengan lelaki gagah yang ia cintai J
Menjalani hidup adalah bagaimana kita menyikapinya dengan ikhlas walaupun jalan tidak selalu mulus dan tidak sesuai keinginan, tapi jika kita berusaha pasti aja jalan, percayalah Allah pasti memberikan suatu yang lebih indah dari yang kita bayangkan. Tetap semangat J Allahu Akbar !


Shofyal Alam
2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About Us

Recent

Random